Cute Bow Tie Hearts Blinking Pink Pointer







PhotobucketPhotobucketPhotobucketPhotobucketPhotobucket

Minggu, 09 Desember 2012

AYAH DAN KEEGOISAN KITA



>>>>>
bagi seorang anak perempuan yang beranjak dewasa, yang sedang kuliah di luar kota dan jauh dari orang tua, atau yang sedang bekerja di perantauan,….
Akan sering merasa kangen sekali dengan Bundanya..
Lalu bagaimana dengan Ayah ??

Mungkin karena Bunda lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap harinya, tapi tahukah kamu jika Ayah-lah yang mengingatkan Bunda untuk menelponmu?

Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Bunda yang lebih sering mengajak cerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Ayah bekerja dan dengan raut muka lelah Ayah selalu menanyakan pada Bunda tentang kabarmu dan apa yang kamu lakukan seharian ??


>>>>>>
Pada saat kamu menangis merengek minta boneka atau mainan baru, Bunda menatapmu iba. Tetapi Ayah akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, nanti beli, tapi tidak sekarang. ”

Tahukah kamu, Ayah melakukan itu karena tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi ?


>>>>>>
Saat kamu sakit, Ayah yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata : ” Sudah dibilang ! Kamu jangan hujan2an ! Minum es !”.
Walau tidak selembut kasih seorang ibu, kasih seorang ayah begitu mendalam dihati

Berbeda dengan Bunda yang memerhatikan dan menasihatimu dengan lembut. Ketahuilah, saat itu Ayah benar-benar mengkhawatirkanmu.


>>>>>>
Ketika kamu sudah beranjak remaja.. Kamu mulai menuntut pada Ayah untuk dapat izin keluar malam, dan Ayah bersikap tegas dan mengatakan : “Tidak boleh!”.

Tahukah kamu, bahwa Ayah ingin menjagamu ? Karena bagi Ayah, kamu adalah sesuatu yang sangat luar biasa berharga..Setelah itu, kamu marah pada Ayah, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu…

Dan yang datang mengetuk pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Bunda…

Tahukah kamu, bahwa saat itu Ayah memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya, bahwa Ayah sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu ??


>>>>>>
Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Ayah akan memasang tampang paling cool sedunia…

Dan sesekali menguping atau mengintip saat sedang kamu sedang mengobrol.. Sadarkah kamu, kalu hati Ayah sedang cemburu ??



>>>>>>
Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Ayah melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu memaksa untuk melanggar jam malamnya… Maka yang dilakukan Ayah adalah duduk di ruang tamu, menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir..

Setelah lulus SMA, Ayah akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur.. Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Ayah itu semata-mata hanya karena memikirkan mas depanmu nanti…

Tapi toh Ayah tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Ayah..



>>>>>>
Ketika kamu menjadi gadis dewasa.. Dah harus kuliah di kota lain.. Dan harus melepasmu di terminal stasiun atau bandara… Tahukah kamu bahwa badan Ayah terasa kaku untuk memelukmu ?

Dan Ayah hanya bisa tersenyum sambil memberi nasehat ini itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati… Padahal Ayah ingin sekali menangis seperti Bunda dan memelukmu erat..

Yang Ayah lakukan hanya memeluk pundakmu atau memegang kepalamu, berkata ” Jaga dirimu baik-baik ya. ”

Ayah melakukan itu semua agar kamu KUAT… kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.. *amiiiinn…..



>>>>>>
Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Ayah.. Ayah juga berusaha keras mencari jalan agar anaknya merasa SAMA dengan teman-teman lainnya.

Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana..

Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.

Ayah akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang”

Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Ayah untuk mengambilmu darinya..

Ayah akan sangat berhati-hati memberikan izin..

Karena Ayah tahu…..

Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti!!



>>>>>>
Dan akhirnya….

Saat Ayah melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Ayah pun tersenyum bahagia….

Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Ayah pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis?

Ayah menangis karena Ayah sangat berbahagia, kemudian Ayah berdoa….

Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Ayah berkata: “Ya Allah tugasku telah selesai dengan baik….

Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik….

Bahagiakanlah ia bersama suaminya…”

Setelah itu Ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk…

Dengan rambut yang telah dan semakin memutih….

Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya….

Ayah telah menyelesaikan tugasnya….

Ayah, Abi, Papa, Bapak, atau Abah kita…

Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat…

Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis…

Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. .

Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA” dalam segala hal….:)

COPAS FROM FB SOMEONE,,but im Forget he name's..THANKS TO HIM ^_^

Rabu, 07 November 2012

animation cute

HellO Sobat2..Ketemu lagi sama Aii >.< hihi
sekarang aii ada animation baru loh..calo qmu suka yang Cute2..aii mau kasih nih animation untuk mempercantik blog kamu loh :3 :D
tinggal klik z gambar2 di bawah ini trus copas Linknya >.< ..silahkan di pilih..free kok langsung dari Photobucket aii ..hahay :'p



PhotobucketPhotobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket

yay..cute kan..calo mau lebih banyak Rajin Tengok Blog aii yak :D hihi ty

Senin, 05 November 2012

Membuat Teks Animasi yang Unyu''^0^

Jika kalian pengen buat Teks Animasi yg Unyu2 tapi terjadi kesulitan..skrg aii mo kasih Trik untuk menambahkan Teks animasi yang Lucu dan bisa kalian buat sendiri..
yah meski fiturnya Standart tp yg tertarik bisa coba dari sini yah :)

                      




Caranya gampang banget Kawan.. ^0^)/
1.Bikin rancangan Tulisan Kalian..bingung mo bikin dimana?? Click here yak 
2.Kalo' udah bikin jangan lupa kalian Copy HTML codenya 
3.Pasang deh bisa untuk widget / untuk postingan Entry 
4.Kalo pingin pasang sebagai widget kalian masuk ke akun blogger dulu pilih rancangan dan Elemen laman 
5.Tambah widget dan pilih HTML/Javascript Paste kode tadi lalu simpan,.. 
6.Kalo sebagai Postingan tinggal di paste ke Entry baru kalian tapi jangan lupa sebelumnya pindah dulu ke opsi Edit html terbitkan Entry dan Selesaiii,.. ^0^)/ 

Jengg..Jengggggggggggggg ...!!

Taraaaaaaaaaaaaaaaaa... 
Gampang kan temen2... selamat MenCoba.. >.<
with Love : Aii <3


Minggu, 14 Oktober 2012


Bagaimanapun kamu sudah menyakitiku..
aku tidak akan membencimu..
tapi aku tidak akan pernah kembali kepadamu..
untuk ku..kamu mengajarkan aku untuk tidak jatuh pada tempat yang sama..

With Love :
Aiieny 

For ex-Boy friend.. :)


Sabtu, 14 April 2012

Membuat Cursor Bertabur Bintang

Ingin blog berkesan menarik ??? :D
Kamu bisa tambahin efek cursor bertabur bintang di blog kamu, caranya mudah kok.
Cukup :


1. Login ke blogger.
2.Masuk ke Layout-->Page Element
3.Tambahkan gadget HTML/JavaScript
4.Pilih kode taburan bintang dibawah ini


Bintang Hijau

<script src="http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.hijau.js" type="text/javascript"></script>

Bintang Ungu

<script src='http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.ungu.js' type="text/javascript"></script>

Bintang Merah

<script src='http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.merah.js' type="text/javascript"></script>

Bintang Biru

<script src='http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.biru.js' type="text/javascript"></script>

Bintang Putih

<script src='http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.putih.js' type="text/javascript"></script>

Membuat Cursor Bertabur Bintang

Ingin blog berkesan menarik ??? :D
Kamu bisa tambahin efek cursor bertabur bintang di blog kamu, caranya mudah kok.
Cukup :


1. Login ke blogger.
2.Masuk ke Layout-->Page Element
3.Tambahkan gadget HTML/JavaScript
4.Pilih kode taburan bintang dibawah ini


Bintang Hijau

<script src="http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.hijau.js" type="text/javascript"></script>

Bintang Ungu

<script src='http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.ungu.js' type="text/javascript"></script>

Bintang Merah

<script src='http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.merah.js' type="text/javascript"></script>

Bintang Biru

<script src='http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.biru.js' type="text/javascript"></script>

Bintang Putih

<script src='http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.putih.js' type="text/javascript"></script>

Membuat Cursor Bertabur Bintang

Ingin blog berkesan menarik ??? :D
Kamu bisa tambahin efek cursor bertabur bintang di blog kamu, caranya mudah kok.
Cukup :


1. Login ke blogger.
2.Masuk ke Layout-->Page Element
3.Tambahkan gadget HTML/JavaScript
4.Pilih kode taburan bintang dibawah ini

Bintang Hijau
<script src="http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.hijau.js" type="text/javascript"></script>

Bintang Ungu
<script src='http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.ungu.js' type="text/javascript"></script>

Bintang Merah
<script src='http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.merah.js' type="text/javascript"></script>

Bintang Biru
<script src='http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.biru.js' type="text/javascript"></script>

Bintang Putih
<script src='http://sites.google.com/site/amatullah83/js-indahnyaberbagi/bintang.putih.js' type="text/javascript"></script>

Rabu, 21 Maret 2012

‎-=][ Hanya Sebuah Koin Penyok Yang Kutemukan Tadi Pagi ][=-

♥Bismillahirrahmaanirrahiim ♥


Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.


Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.


Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya. “Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.


“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.


Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.


Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu. Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.


Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.


Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.


Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”


Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.




Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?


Sebaliknya, sewajarnya kita bersyukur atas segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan pada kita, karena ketika datang dan pergi kita tidak membawa apa-apa.

RENUNGAN : Seumur Hidup T-T)/




Bismillaahirrahmaanirrahiim Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ===========================


Aku bosan. Capek. Lelah. Ingin Muntah!
Dan segala rasa itu yang membuatku akhirnya kabur dari rumah. Cuma membawa jaket dan motorku. Aku bahkan menepis tangan Mbok Yati, wanita separo baya yang telah mengabdikan dirinya kepada kami, orang serumah. Yang kasihnya lebih banyak kurasakan daripada belaian tangan mamaku sendiri. Atau tatapan hangat yang tak pernah dari mata lelaki yang kusebut Papa.


Bagiku … mereka berdua orang-orang yang tak punya hati. Atau mungkin punya, tetapi telah mati!? Dan omongan mereka? Kuanggap sebagai omongan orang mati yang tak punya nilai. Tak tahukah mereka orang mati itu tak bicara? Jadi…aku pergi, dengan mulut terkunci. Karena, kecuali Mbok Yati, tidak ada orang dirumah yang cukup pantas kupamiti.


Sepanjang jalan kularikan motor dengan kecepatan tinggi. Rambut bahuku berkibar ditiup angin. Aku terus memacu kendaraanku. Bagai tak punya titik henti. Membawa hatiku yang setengahnya telah ikut mati.


Lampu-lampu jalanan yang indah, angin malam yang bertiup, hawa dingin yang kurasakan, pemandangan Jakarta di waktu malam sama sekali tak mengusik nuansa keindahan di hatiku. Rasa marah yang sangat, membuatku menggila. Kularikan motor lebih kencang.


Dimataku terbayang pengkhianatan Mama dan perselingkuhan Papa! Betapa mereka telah kehilangan malu. Betapa keduanya telah membawa keluarga kami pada kehancuran!


Hatiku terasa kian panas. Motor terus kularikan kencang. Aku baru berhenti ketika selintas aku merasa telah menabrak sesuatu. Kuparkirkan motor kepinggir jalan.


Benar saja, sepuluh meter di belakangku, seorang bocah lelaki berusia sekitar delapan tahunan tampak tergeletak di jalan, penuh darah. Tuhanku!? Wajah anak itu pucat.


***---*****---****


Lorong rumah sakit tampak lengang. Hanya satu dua perawat lalu-lalang. Dan di sekitarku tampak sepi. Fuiiih! Aku menarik napas panjang. Mudah-mudahan anak itu tidak apa-apa.


Aku masih tidak mengerti, bagaimana anak kecil itu bisa menyeberang jalan tanpa terlihat olehku. Atau …. Saat itu aku terlalu sibuk dengan kebencian yang meluap-luap dan tak melihat jalan dengan jelas? Lagi pula, apa yang dilakukan anak sekecil itu di jalan malam-malam begini?


Jujur, tadinya aku akan melarikan diri pada saat itu juga, mumpung tidak ada orang. Papa dan Mama selama ini tak pernah mengajariku arti nurani, dan hal-hal yang berbau kemanusiaan. Namun, entahlah, saat melihat mata bening bocah lelaki yang menyiratkan kesakitan itu, ada sesuatu yang menyelusupi batinku. Gabungan antara rasa iba dan bersalah. Nuranikah itu? Aku tak tahu. Akan tetapi, bisa dipastikan, hal itulah yang membuatku membawanya ke rumah sakit terdekat.


Kulihat dokter yang memeriksa anak itu sudah keluar dari ruangan darurat. "Bagaiman, Dok?" "Anda siapa?" Pertanyaan dokter itu membuatku terdiam. Dan rasa itu kembali mendorong-dorong batinku. Aku harus mengaku. "Saya … saya yang menabraknya, Dok." Dokter itu mengangguk-angguk. "Untunglah, Cuma luka luar. Kelihatannya tidak ada yang parah. Untuk memastikan, sebaiknya malam ini anak itu tetap di sini, untuk diobservasi, jadi bisa cepat diketahui jika ada pendarahan di otak atau gegar." "Baiklah."


Dan malam itu aku menginap di rumah sakit. Menunggui anak, yang bahkan, tak ketahui namanya. Asing. Mula-mula itulah yang kurasakan. Tetapi, ketika kami saling berkenalan dan menyapa, perasaan itu berganti berkenalan dan menyapa, perasaan itu berganti keakraban. Di mataku, anak itu meninggalkan kesan yang mendalam. Terutama ucapan pertamanya yang tak akan pernah kulupa … "Terima kasih ya, Kak!?" Terima kasih? Bagaimana dia bisa berterima kasih kepada orang yang menabraknya?


Obrolan lain pun mengalir. Dengan bahasanya yang polos, tetapi sopan, ia bercerita tentang Ibu dan kedua adiknya yang masih kecil, juga hal-hal lain.


Dan waktu bergulir tak terasa, setiap aku bersamanya. Pertemuan kami tak terhenti setelah malam itu. Aku yang dalam pelarian, menyempatkan diri untuk menemuinya setiap hari. Kadang Di sekolahnya, kadang di stasiun tempat ia biasa menjual Koran. Didi nama anak itu. Simple dan mudah diingat.


Ada hal menarik yang selalu dan selalu Didi ceritakan. Tentang ibunya. Semula kukira ia berbohong, tetapi lama-kelamaan, kemudian hatiku berangsur mempercayaiku. Seperti saat ini, aku menemaninya menjajakan Koran. Lalu tiba-tiba ia bertanya kepadaku.


"Kak Iwan suka burger?" Aku tersenyum. Aneh mendengar pertanyanya, tetapi kuanggukkan juga kepalaku. "Kalau begitu Kak Iwan harus ke rumah," ujarnya dengan mata berbinar. "Kenapa?" "Karena …. Tak ada burger seenak burger buatan Ibu!" Ahh… betulkah? Seperti apa ibunya Didi?


Beberapa hari yang lalu Didi bercerita padaku tentang pizza yang sesekali dibuat ibu untuknya dan kedua adiknya yang masih kecil. Dan sekarang burger? Melihat mataku yang tak percaya, Didi menggangguk meyakinkan.


"Pokoknya kalau sudah coba burger ibu, kak Iwan pasti ketagihan. Dan nggak perlu beli burger lagi di tempat yang mahal."


Ooh … mulutku membulat. Kelihatannya keluarga Didi sangat sederhana, bahkan cenderung miskin. Tanpa ayah pula. Karena, ayah Didi sudah meninggal saat ibunya bisa membuat makanan yang tak dapat digolongkan murah itu? Roti untuk burger dan pizza cukup mahal di supermarket. Belum lagi keju, daging isi, atau sosis yang ditabur di atas pizza. Rasa-rasanya mustahil!


Akan tetapi, cerita Didi yang terus menerus membuatku penasaran juga. Dan semakin ingin tahu lebih banyak tentang keluarga anak itu. "Ibu kerja apa, Di?" tanyaku padanya suatu hari. "Jualan kecil-kecilan, Kak. Pisang goring, tempe goreng, tahu goreng, dan bakwan. Biasanya dititipkan ke warungnya mpok Idah. Terus Ibu juga terima cuci setrika."


Aku meneguk ludah. Pahitnya kehidupan yang dijalankan Didi tak pernah kurasakan. Papa dan Mama sangat menyervisku untuk urusan duit. Usia dua belas tahun saja aku sudah mengantongi kartu kredit, yang bebas kugunakan. Lalu handphone, satu set home theatre yang bertengger di kamarku,mobil, dan motor hardley. Tetapi, kenapa aku tak merasa lebih bahagia dari Didi? Padahal secara materi, aku tak pernah tahu apa itu arti kekurangan.


Barangkali benar, bahwa materi tak berarti segalanya! Sering malah, materi melahirkan anak-anak brengsek seperti aku! Berbeda dengan Didi … Anak itu miskin. Sikap dan sopan santunnya luar biasa. Anak itu bahkan tak pernah mau menerima uangku secara cuma-cuma!


"Di … kapan-kapan ajak Kak Iwan ke rumah, ya? Boleh nggak?" Didi tertawa lebar. "Oke deh, Kak! Nanti, sebelumnya, Didi akan bilang ke Ibu, biar membuatkan burger atau pizza untuk kak Iwan. Eh, mana yang lebih kakak sukai?"


Aku kini yang tertawa. Makanan itu tak kan menarik minatku. Makanan itu sudah terlalu sering melewati tenggorakan ini. Untuk menyenangkan anak itu, kuanggukan kepala. "Terserah yang mana saja. Tapi, jangan bilang-bilang Ibu kalau kak Iwan mau datang. Nanti merepotkan!" Didi mengangguk. Kami pun berpisah.


Aku kembali pada hunianku, rumah kos yang baru-baru ini kusewa. Malam yang kuhabiskan dengan minuman keras hingga aku puas dan tertidur. Dalam mimpiku, aku melihat Didi menikmati burgernya. Lahap sekali!


Pada kenyataannya, kesempatan untuk berkunjung kerumah Didi tak segera muncul. Aku sendiri sibuk dengan hidupku. Hingga beberapa minggu kami tak bertemu. "Kak Iwan!" suara khas Didi mampir ketelingaku saat itu aku berada di depan sebuah supermarket, akan membeli beberapa keperluan. Kulihat Didi melambaikan tangannya riang. "Kok, lama nggak kelihatan,kak?"


Aku hanya memandangi mata beningnya. Tak sanggup untuk mengatakan hari-hariku sibuk dengan ketidaksadaran, pengaruh minuman keras dan ekstasi. Sebaliknya, aku cuma menjawab pendek.


"Kakak sibuk, Di! Kamu nggak sekolah?" aku mengalihkan percakapan, sambil mengamit tangannya menemaniku masuk kedalam supermarket. "Lagi libur, kak." Dahiku berkerut. Libur? Rasanya belum lama musim liburan. "Yang bener kamu?" Didi tertawa,"Diliburkan sama pak Guru," katanya. "Kenapa?" tanyaku lagi,bloon.


Didi tak menatap mataku. Kedua matanya memandang takjub barang-barang yang tertata di sepanjang supermarket. Lalu menjawab sambil lalu, "Biasa kak….soal SPP." "Berapa bulan, Di?" Tiba-tiba saja aku ingin tahu. Didi menjawab setengah berbisik. "Empat." Lalu buru-buru disambungnya, "Minggu depan mungkin Didi bisa masuk lagi, Kak. Sudah biasa begini. Uangnya, sebetulnya, sudah ada di tabungan Didi. Terus kepakai karena Ayu sakit."


Ahh … begitu. Ayu adalah nama adik Didi yang berusia dua tahun. Mendadak aku merasa bertanggung jawab pada anak itu. Diam diam aku menyesali diri. Coba kalau aku nggak asyik mabuk dan teler. Mungkin Didi tak perlu diskors dari sekolah beberapa hari ini.


"kak Iwan lihat itu, nggak?" tunjuk Didi tiba-tiba. Aku mengikuti telunjuknya. Mataku menangkap sebuah produk shampoo terkenal untuk anak-anak. "He, eh…, kenapa?" "Dua hari yang lalu, Dek Ika minta ke Ibu untuk dibelikan itu." Didi menyebut nama adiknya satu lagi yang lebih besar."Dan hari ini, Didi juga keramas pakai itu. Cium aja rambut Didi. Wangi, kan?"


Kulihat harga tertera di sana. Dalam kemasan botol kecil harganya mencapai empat belas ribu rupiah! Tiba-tiba aku merasa kalau Ibu Didi tidak bijak. Masa ia bisa membeli shampoo semahal itu, sementara menelantarkan bayaran sekolah Didi?


Akan tetapi, pikiranku berubah saat wajahku kudekatkan ke kepala Didi. Tak ada wangi shampoo mahal yang ditunjukkan Didi. Tidak juga wangi shampoo lain. Yang kucium cuma aroma sabun mandi biasa.


Mataku bertatapan dengan mata riangnya. Mengertilah aku, apa yang terjadi. Hatiku bergetar. Tanganku hampir saja meraih shampoo yang ditunjuk Didi dalam botol besar itu. Aku begitu ingin bisa menghadiahkan pada bocah lugu itu, dan adik-adiknya. Namun, pemikiran lain melintas. Tindakanku bisa membuat Didi mengetahui apa yang telah dilakukan ibunya. Dan kuputuskan untuk tak membongkar kebohongan yang telah dilakukan wanita itu, memalsukan isi botol shampoo itu dengan air sabun! Ibu Didi pasti punya alasan sendiri!


Sebaliknya kuraih beberapa snack dan kaleng susu ke dalam kereta dorongku, tanpa bertanya padanya. Karena aku tahu, Didi akan menolak seperti biasanya. Kubayar belanjaanku di kasir. Didi melongo melihat jumlah yang harus kubayarkan. Bisa jadi ia tak percaya, aku yang terlihat kumal ini mampu membayar sejumlah itu.


Aku Cuma tersenyum. Kuraih bahunya pelan, "Kuantar pulang ya, Di!" Dan kami pun berboncengan, melintasi siang yang terasa terik. Melewati beberapa ruas jalan menuju rumah Didi. Dari kaca spion kulihat wajah Didi yang cerah. Senyum bangga terkembang di sana. Ia tampak senang sekali kubonceng. Lagi-lagi hatiku perih.


Setalah melewati jalan-jalan besar, motor kami mulai meliuk dari gang ke gang. Mataku merayapi rumah-rumah petak yang berdempetan rapat. Bocah-bocah kecil bertelanjang dada berlarian. Sebagian mengejar-ngejar layangan yang putus. Sebagian lagi mungkin bermain petak umpet atau permainan lain. Beberapa wajah kecil kulihat belepotan ingus dan debu.


Di sebuah rumah kecil yang terletak diujung, aku memarkirkan motor. Sekali lompat,Didi sudah turun dari motorku dan menghambur kedalam. Aku mematikan mesin. Memandang rumah kecil yang jauh dari layak untuk standar kesehatan.


Kesan itu bertambah kuat saat aku melangkah masuk ke dalam. Lantainya masih beralas tanah, sepertinya rumah ini hanya terdiri dari dua ruangan yang dipisahkan selembar gorden kumal. Tak ada jendela. Cuma ventilasi sempit yang memungkinkan pergantian udara seadanya.


Aku mengamati isi rumah yang bisa dihitung. Tiga buah kursi yang agak reyot diruang tamu. Lalu satu dua foto yang tergantung di dinding sebuah rak bambu tampak penuh dengan buku-buku pelajaran. Barangkali milik Didi. Di atas meja kayu dialasi taplak batik yang sudah lusuh, namun bersih. Sebuah vas bunga sederhana tampak begitu pucat menghias diatasnya. Tampak jelas, barang itu sudah bertahun-tahun menjadi bagian dari rumah ini.


"Ibu…ini Kak Iwan!" Didi keluar bersama dengan seorang wanita yang kutaksir berusia empat puluh puluhan, atau mungkin kurang. Menilik usia Didi yang baru delapan tahun, seharusnya wanita itu berusia lebih muda. Tapi, entahlah…bisa jadi kemiskinan yang selalu akrab dengan keluarga ini, dan beban ekonomi yang harus ditanggung di pundak wanita itu, membuat penampilannya kelihatan jauh lebih tua.


Aku mencoba mengangguk sopan. "Saya Iwan, Bu!" Wanita itu tersenyum ramah meski kelihatan agak rikuh menerima kehadiranku. Kuulurkan satu plastik oleh-oleh yang tadi kubeli untuk Didi dan adik-adiknya. Meski ragu, Ibu itu menerima juga bingkisan yang kubawa.


Suaranya terdengar agak bergetar. "Makasih banyak… tapi seharusnya tidak usah repot-repot, mau minum apa?" ujarnya sambil beranjak ke belakang. "Nggak usah repot - repot, Bu …" Kulihat Didi mengejar Ibunya. Lalu suaranya setengah berbisik terdengar di telingaku. "Kak Iwan pengen cobain burger buatan Ibu."


Lalu sambil menatap kearahku, Didi menambahkan dengan senyum kocaknya,"Didi bilang burger Ibu paling enak. Jadi kalau Kak Iwan besok-besok kepengen burger, nggak usah ke restoran yang mahal-mahal. Iya kan, Bu?" Aku menyambut senyum Didi. Sebaliknya, Ibu Didi malah tampak pucat. "Burger apa? Aduh … Didi bisa saja!" katanya. "Tapi … Didi lihat masih ada di belakang, Bu! Tinggal dipanaskan. Masa Kak Iwan nggak boleh mencicipi burger kita?" Didi keras kepala.


Aku mencoba menetralisir keadaan, tetapi Didi keburu berlari ke belakang."Biar Didi yang siapkan ya, Bu?" ujar bocah itu tanpa minta persetujuan. Kalimat Didi membuat Ibunya tergopoh-gopoh mengejar langkah anak sulungnya itu. "Sebentar ya, Kak Iwan!" ujarnya dengan pandangan penuh permintaan maaf.


Aku mengangguk, menyilakannya. Untuk berapa lama, kesendirian kembali mengakrabiku. Kuamati lagi kesederhanaan tempat ini. Mataku mendadak berpapasan dengan dua wajah mungil mengintip dari balik gorden. Aku mengembangkan senyum lebar, sambil berharap penampilanku yang gondrong dan rada acak-acakan ini tak membuat mereka berdua takut.


"Ika sama Ayu, ya?" sapaku ramah. Kedua anak perempuan itu mengangguk tersipu. Mereka saling tukar senyum dan main dorong-dorongan. Mungkin ingin keluar, tetapi ragu. "Sini" panggilku lagi


Langkah-langkah kecil itu kini kian mendekat. Sekarang aku bisa menatapi keduanya dengan lebih bebas. Wajah mereka bersih. Mungkin baru selesai mandi. Ada bekas sapuan bedak yang kurang rata disana.


Ayu dan Ika hanya mengenakan celana pendek dan kaos singlet yang sudah pudar warnanya. Kaki-kaki mereka yang telanjang tanpa alas kaki menapak dengan riang. Seperti tak ada keengganan bersentuhan langsung dengan lantai tanah yang kasar dan dingin.


"Nah, ini burger dan pizza buatan Ibu." Sekonyong-konyong suara Didi terdengar. Anak itu muncul dengan sebuah piring di tangannya. Ibu Didi yang terlihat salah tingkah mengikutinya dari belakang. Ayu dan Ika langsung menghambur riang mendekati isi di atasnya dengan mata berbinar. Beberapa saat aku menatap isi piring di meja tamu dengan perasaan yang sulit kuutarakan.


Segala kemewahan di rumahku, kolam renang, berbagai perabotan luks dan makanan enak-enak yang biasa kusantap bagaikan paradoks dengan apa yang kusaksikan sekarang. Di atas meja tidak ada pizza yang biasa kumakan. Tidak juga burger ala restoran manapun yang sering kutemui.


Yang disebut pizza oleh Didi Cuma mie bercampur telur yang diaduk dan digoreng, lalu ditaburi irisan tomat dan bawang goreng di atasnya. Sementara burger yang selama ini dibanggakan Didi, terbuat dari roti bundar biasa berisi mocca murahan, yang isinya telah dikerat habis. Didalamnya diisi dengan sayuran–entah bayam atau kangkung–dan potongan tempe kecil-kecil yang digoreng agak hangus sehingga menyerupai daging burger. Di sebelah piring, tergeletak bungkusan kecil saus dan sambel sebagai pelengkap.


"Ayo dong, Kak Iwan, dicobain! Nanti keburu dihabisin sama Ika dan Ayu, lho!" Suara Didi malah membuat mataku berkaca-kaca. Terutama saat berbenturan dengan mata beningnya yang penuh dengan kebanggaan atas jamuannya, juga reaksi Ayu dan Ika yang seperti tak sabar ingin menyerbu pizza dan burger ala Ibu mereka itu.


Pandanganku kemudian menangkap sosok Ibu Didi yang bersender lemas di pojok ruangan, dengan sudut-sudut mata tergenang air. Ada sesuatu di matanya. Entah penjelasan, entah kata maaf yang mungkin ingin disampaikannya kepadanya.


Aku diam, tak perlu ada kata-kata lagi untuk menjelaskan apa yang dilakukannya. Semuanya cukup jelas. Pizza, burger, lalu shampoo yang disebutkan Didi di Supermarket tadi, cukup membuatku mengerti perjuangan wanita itu, dan semua upayanya untuk membuat anak-anaknya bahagia. Membuat mereka merasa telah menikmati kemewahan dan barang-barang mestinya cuma bisa dinikmati teman-teman mereka yang lebih mapan.


Ya, wanita itu Cuma ingin membuat ketiga anaknya tidak merasa berbeda dengan yang lain. Hingga mereka tumbuh dengan kepercayaan diri yang sama. Tanpa merasa malu, atau bahkan sempat merasakan arti kepapaan itu sendiri. Tiba-tiba aku merasa sangat hormat kepadanya. Perasaan yang selama ini tak pernah ada untuk mama ataupun Papa. Kedua orang tua yang membawaku ke dunia ini.


Tanpa ragu, kucomot sebuah "burger", dan meraih saus serta sambal yang tersedia, lalu mulai menyantapnya dengan sepenuh perasaan. "Ayo kita makan sama-sama, ya?" Kusodorkan piring pada Didi dan kedua adiknya. Ketiga bocah itu langsung meraih pizza dan burger, tanpa perlu ditawari ulang. Dalam sekejap isi piring sudah hampir kosong. Kami bersama-sama melumatkan setiap burger dan pizza diatasnya.


Ibu Didi hanya memandangi kerakusan kami. Perlahan matanya yang berkaca mulai berpendar. Bahkan seulas senyum terkembang kembali.


Sambil menggigit burgerku, aku tetap memandangnya, juga ketiga permata kecil itu dengan tatapan penuh terima kasih. Barangkali mereka tak akan pernah tahu. Tetapi, lewat pizza dan burger mereka … lewat kesederhanaan dan ketulusan tanpa pamrih, aku seperti terlahirkan kembali. Dan membuatku lebih mengerti dan bertekad menghargai hidup yang Dia berikan. Bukan mencampakkannya,seperti yang selama ini telah kulakukan.


Pulang ke kos nanti, akan kubuang semua botol minuman keras dan ekstasi yang kumiliki. Janjinya dalam diam. Piring sudah hampir kosong. Hanya sebuah pizza yang tersisa. Dengan bangga pula Didi menyilakanku untuk menikmatinya. Bahkan melarang kedua adiknya yang masih tampak lapar.


"Sssst! Yang ini untuk Kak Iwan! Untuk kita kan, bisa kapan saja." Kutatap mereka lekat. Sebuah ide pun melintas. "kita adu cepat aja yuk, gimana? Yang paling cepat dia yang dapat. Bagaimana?" Ketiga anak itu menggangguk. Akupun mulai menghitung. "Satu..dua..tiga, yak!!!


Tangan-tangan kami berebutan. Potongan pizza terakhir diperoleh Ayu. Anak perempuan berusia dua tahun itu bangga sekali telah memenangkan kompetisi perebutan pizza. Wajahnya tampak cerah.


"Hole!!! Ayu menang!" teriaknya cadel. Kami semua tertawa. Dan serempak memandangi wajah Ayu yang kini celemotan dengan mie pizza, dan serpihan tomat. Hari mulai senja. Aku masih belum beranjak dari rumah Didi. Sibuk melayani cerita dan bermain tebak-tebakan dengan mereka bertiga. Kami larut dalam gelak dan tawa. Sementara Ibu Didi menyetrika di dalam.


Saat azan asar terdengar, dengan ringan Didi meraih tanganku, dan mengajakku ke sumur belakang, mengambil wudhu, lalu kami shalat berjamaah, hanya beralaskan tikar lusuh. Ketiga anak itu memintaku mengimami mereka.


Aku menikmati setiap detik yang berlalu dalam hidup baru. Lalu tiba-tiba saja, selesai shalat, entah dari mana kudengar denting kasih memenuhi rumah ini, juga hatiku. Suaranya merdu menentramkan. Membuat senja jadi lebih indah. Dan seumur hidup sejak aku dewasa, baru kali ini aku menangis.


TAMAT


Barakallahufikum..semoga bermanfaat. Banyak sayang dan cinta, Wassalamualaikum

Sabtu, 03 Maret 2012

KISAH PERJALANAN CINTA YANG MENGHARUKAN (ISTRI TERBAIK) Cerita Nyata!!

Cerita ini adalah kisah nyata… dimana perjalanan hidup ini ditulis oleh seorang istri dalam sebuah laptopnya.Bacalah, semoga kisah nyata ini menjadi pelajaran bagi kita semua.

***


Cinta itu butuh kesabaran…

Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita???

Hari itu.. aku dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita...

Aku menjadi perempuan yg paling bahagia...

Pernikahan kami sederhana namun meriah...

Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu.

Aku bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan pula.

Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya.

Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu...

Dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci...

Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku… sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku.

Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya.

***

Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga kami.

Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya.

Alhamdulillah saat itu suamiku mendukungku…

Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-NYA.

Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku…

Didepan suami ku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suami ku, aku dihina-hina oleh mereka…

Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suami ku selamat dari maut yang hampir membuat ku menjadi seorang janda itu.

Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang & malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al – Qur’an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari tempat aku melakukan aktivitas sosial ku, aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.

Namun saat ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat di dalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dan disaat itu juga.. aku melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku.

Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suami ku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih di hadapannya.

Kubuka pintu yang tertutup rapat itu sambil mengatakan, “Assalammu’alaikum” dan mereka menjawab salam ku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah 5 hari mata nya selalu tertutup.

Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelah aku menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata “Assalammu’alaikum”, ia pun menjawab salam ku dengan suaranya yg lirih namun penuh dengan cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya.

Lalu.. Ibu nya berbicara denganku …

“Fis, kenalkan ini Desi teman Fikri”.

Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah mencintainya, perempuan itu bernama Desi dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak aku bicara di dalam ruangan tersebut,aku tak mengerti apa yg mereka bicarakan.

Aku sibuk membersihkan & mengobati luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba adik ipar ku yang bernama Dian mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya. Kemudian aku pun menemaninya.

Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata, ”lebih baik kau pulang saja, ada
kami yg menjaga abang disini. Kau istirahat saja. ”

Anehnya, aku tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan abang harus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebat dengannya mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi tiba-tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang sama. Nantinya dia akan memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya salah ataupun tidak, suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata.

Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.

***

Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut kehilangannya, aku takut cintanya dibagi dengan yang lain.

Pagi itu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku memanggil ku ke taman belakang, ia baru aja selesai sarapan, ia mengajakku duduk di ayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu.

Aku bertanya, ”Ada apa kamu memanggilku?”

Ia berkata, ”Besok aku akan menjenguk keluargaku di Sabang”

Aku menjawab, ”Ia sayang.. aku tahu, aku sudah mengemasi barang-barang kamu di travel bag dan kamu sudah memeegang tiket bukan?”

“Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan aku akan pulang dengan mama ku”, jawabnya tegas.

“Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana?“, tanya ku balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia baru memberitahukan rencana kepulanggannya itu, padahal aku telah bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.

”Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti”, jawabnya tegas.

”Sekarang aku ingin seharian dengan kamu karena nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan?”, lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium keningku. Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan pada nya.

Bahagianya aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang & cintanya walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku.

Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku ingin bersama suamiku, tapi karena keluarganya tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu padaku karena suamiku sangat sayang padaku.

Kemudian aku memutuskan agar ia saja yg pergi dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami.

Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya harus komplit. Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan diperdulikan oleh keluarganya harus datang ataupun tidak. Tidak hadir justru membuat mereka sangat senang dan aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.

Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil membereskan keperluan yang akan dibawanya ke Sabang, ia menatapku dan menghapus airmata yang jatuh dipipiku, lalu aku peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa menangis karena akan ditinggal pergi olehnya.

Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama-sama kemana pun ia pergi.

Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki teman, karena biasanya hanya pembantu sajalah teman mengobrolku.

Hati ini sedih akan di tinggal pergi olehnya.

Sampai keesokan harinya, aku terus menangis.. menangisi kepergiannya. Aku tak tahu mengapa sesedih ini, perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus percaya apada suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku.

***

Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri. Untunglah aku mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya aku tak terlalu kesepian ditinggal pergi ke Sabang.

Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan aku pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali seperti di lilit oleh tali. Tak tahan aku menahan rasa sakit dirahimku ini, sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang kebetulan menemaniku disana. Dokter memvonis aku terkena kanker mulut rahim stadium 3.

Aku menangis.. apa yang bisa aku banggakan lagi..

Mertuaku akan semakin menghinaku, suamiku yang malang yang selalu berharap akan punya keturunan dari rahimku.. namun aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan kemudian aku hanya bisa memeluk adikku.

Aku kangen pada suamiku, aku selalu menunggu ia pulang dan bertanya-tanya, “kapankah ia segera pulang?” aku tak tahu..

Sementara suamiku disana, aku tidak tahu mengapa ia selalu marah-marah jika menelponku. Bagaimana aku akan menceritakan kondisiku jika ia selalu marah-marah terhadapku..

Lebih baik aku tutupi dulu tetang hal ini dan aku juga tak mau membuatnya khawatir selama ia berada di Sabang.

Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, aku akan cerita padanya. Setiap hari aku menanti suamiku pulang, hari demi hari aku hitung…

Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu ketika aku sedang melihat foto-foto kami, ponselku berbunyi menandakan ada sms yang masuk.

Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari suamiku yang sms.

Ia menulis, “aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi, aku akan kabarin lagi”.

Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari yg aku tunggu pun tiba, aku menantinya di rumah.

Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang, dan nantinya aku juga akan menyelesaikan masalah komunikasi kami yg buruk akhir-akhir ini.

Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, aku pegang tangannya kedepan teras namun ia tetap berdiri, aku membungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, aku tak mau ada syaithan yang masuk ke dalam rumah kami.

Setelah itu akupun berdiri langsung mencium tangannya tapi apa reaksinya..

Masya Allah.. ia tidak mencium keningku, ia hanya diam dan langsung naik keruangan atas, kemudian mandi dan tidur tanpa bertanya kabarku..

Aku hanya berpikir, mungkin dia capek. Aku pun segera merapikan bawaan nya sampai aku pun tertidur. Malam menunjukkan 1/3 malam, mengingatkan aku pada tempat mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta.

Biasa nya kami selalu berjama’ah, tapi karena melihat nya tidur sangat pulas, aku tak tega membangunkannya. Aku hanya mengeelus wajahnya dan aku cium keningnya, lalu aku sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 raka’at.

***

Aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya dari balkon kamar kami yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi ia tak mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan aku berlari dari atas ke bawah tanpa memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku untuk mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi.

Aku merasa ada yang aneh dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku? Mengapa ia bersikap tidak biasa terhadapku?

Aku tidak bisa diam begitu saja, firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat itu juga aku langsung menelpon kerumah mertuakudan kebetulan Dian yang mengangkat telponnya, aku bercerita dan aku bertanya apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia menjawab, “Loe pikir aja sendiri!!!”. Telpon pun langsung terputus.

Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku berubah setelah ia kembali dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku, apalagi memanjakan aku.

Semakin hari ia menjadi orang yang pendiam, seakan ia telah melepas tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Kami hanya berbicara seperlunya saja, aku selalu diintrogasinya. Selalu bertanya aku dari mana dan mengapa pulang terlambat dan ia bertanya dengan nada yg keras. Suamiku telah berubah.

Bahkan yang membuat ku kaget, aku pernah dituduhnya berzina dengan mantan pacarku. Ingin rasanya aku menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu, tapi aku selalu ingat.. sebagaimana pun salahnya seorang suami, status suami tetap di atas para istri, itu pedoman yang aku pegang.

Aku hanya berdo’a semoga suamiku sadar akan prilakunya.

***

Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung berubah juga. Aku menangis setiap malam, lelah menanti seperti ini, kami seperti orang asing yang baru saja berkenalan.

Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun kondisinya tetap seperti itu, aku tetap merawatnya & menyiakan segala yang ia perlukan. Penyakitkupun masih aku simpan dengan baik dan sekalipun ia tak pernah bertanya perihal obat apa yang aku minum. Kebahagiaan ku telah sirna, harapan menjadi ibu pun telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini semua akan berakhir.

Bersyukurlah.. aku punya penghasilan sendiri dari aktifitasku sebagai seorang guru ngaji, jadi aku tak perlu meminta uang padanya hanya untuk pengobatan kankerku. Aku pun hanya berobat semampuku.

Sungguh.. suami yang dulu aku puja dan aku banggakan, sekarang telah menjadi orang asing bagiku, setiap aku bertanya ia selalu menyuruhku untuk berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah makan malam usai, suamiku memanggilku.

“Ya, ada apa Yah!” sahutku dengan memanggil nama kesayangannya “Ayah”.

“Lusa kita siap-siap ke Sabang ya.” Jawabnya tegas.

“Ada apa? Mengapa?”, sahutku penuh dengan keheranan.

Astaghfirullah.. suami ku yang dulu lembut tiba-tiba saja menjadi kasar, dia membentakku. Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara kami.

Dia mengatakan ”Kau ikut saja jangan banyak tanya!!”

Lalu aku pun bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Sabang sambil menangis, sedih karena suamiku kini tak ku kenal lagi.

Dua tahun pacaran, lima tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadi orang asing buatku. Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh cinta yang dihiasi foto pernikahan kami, sekarang menjadi dingin.. sangat dingin dari batu es. Aku menangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya aku berontak berteriak, tapi aku tak bisa.

Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar, ngomong dengan nada tinggi, suka membanting barang-barang. Dia bilang perbuatan itu menunjukkan sikap ketidakhormatan kepadanya. Aku hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati penyakitku ini, dalam kesendirianku..

***

Kami telah sampai di Sabang, aku masih merasa lelah karena semalaman aku tidak tidur karena terus berpikir. Keluarga besarnya juga telah berkumpul disana, termasuk ibu & adik-adiknya. Aku tidak tahu ada acara apa ini..

Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah didalam kamar tua itu, ia pun langsung keluar bergabung dengan keluarga besarnya.

Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam lemari tua yg berada di dekat pintu kamar, lemari tua yang telah ada sebelum suamiku lahir tiba-tiba Tante Lia, tante yang sangat baik padaku memanggil ku untuk bersegera berkumpul diruang tengah, aku pun menuju ke ruang keluarga yang berada ditengah rumah besar itu, yang tampak seperti rumah zaman peninggalan belanda.

Kemudian aku duduk disamping suamiku, dan suamiku menunduk penuh dengan kebisuan, aku tak berani bertanya padanya.

Tiba-tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling tua dan paling berhak atas semuanya, membuka pembicaraan.

“Baiklah, karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara dengan kau Fisha”. Neneknya berbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam.

”Ada apa ya Nek?” sahutku dengan penuh tanya..

Nenek pun menjawab, “Kau telah bergabung dengan keluarga kami hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat tanda-tanda kehamilan yang sempurna sebab selama ini kau selalu keguguran!!“.

Aku menangis.. untuk inikah aku diundang kemari? Untuk dihina ataukah dipisahkan dengan suamiku?

“Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu.. sebelum kau menikah dengannya. Tapi Fikri anak yang keras kepala, tak mau di atur,dan akhirnya menikahlah ia dengan kau.” Neneknya berbicara sangat lantang, mungkin logat orang Sabang seperti itu semua.

Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah suamiku yang kosong matanya.

“Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya”, neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu.

Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi aku lihat air matanya. Ingin aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya keberanian itu.

Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari ucapannya dengan mimik wajah yang sangat menantang kemudian berkata, “kau maunya gimana? kau dimadu atau diceraikan?“

MasyaAllah.. kuatkan hati ini.. aku ingin jatuh pingsan. Hati ini seakan remuk mendengarnya, hancur hatiku. Mengapa keluarganya bersikap seperti ini terhadapku..

Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang tinggal di pulau
kayu, mereka mengira aku sangat bahagia 2 tahun belakangan ini.

“Fish, jawab!.” Dengan tegas Ibunya langsung memintaku untuk menjawab.

Aku langsung memegang tangan suamiku. Dengan tangan yang dingin dan gemetar aku menjawab dengan tegas.

”Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapat berdiskusi dengannya melalui bathiniah, untuk kebaikan dan masa depan keluarga ini, aku akan menyambut baik seorang wanita baru dirumah kami.”

Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku rela cintaku dibagi. Dan pada saat itu juga suamiku memandangku dengan tetesan air mata, tapi air mataku tak sedikit pun menetes di hadapan mereka.

Aku lalu bertanya kepada suamiku, “Ayah siapakah yang akan menjadi sahabatku dirumah kita nanti, yah?”

Suamiku menjawab, ”Dia Desi!”

Aku pun langsung menarik napas dan langsung berbicara, ”Kapan pernikahannya berlangsung? Apa yang harus saya siapkan dalam pernikahan ini Nek?.”

Ayah mertuaku menjawab, “Pernikahannya 2 minggu lagi.”

”Baiklah kalo begitu saya akan menelpon pembantu di rumah, untuk menyuruhnya mengurus KK kami ke kelurahan besok”, setelah berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke kamar.

Tak tahan lagi.. air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat, aku buka pintu kamar dan aku langsung duduk di tempat tidur. Ingin berteriak, tapi aku sendiri disini. Tak kuat rasanya menerima hal ini, cintaku telah dibagi. Sakit. Diiringi akutnya penyakitku..

Apakah karena ini suamiku menjadi orang yang asing selama 2 tahun belakangan ini?

Aku berjalan menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin sambil bertanya-tanya, “sudah tidak cantikkah aku ini?“

Ku ambil sisirku, aku menyisiri rambutku yang setiap hari rontok. Kulihat wajahku, ternyata aku memang sudah tidak cantik lagi, rambutku sudah hampir habis.. kepalaku sudah botak dibagian tengahnya.

Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka, ternyata suamiku yang datang, ia berdiri dibelakangku. Tak kuhapus air mata ini, aku bersegera memandangnya dari cermin meja rias itu.

Kami diam sejenak, lalu aku mulai pembicaraan, “terima kasih ayah, kamu memberi sahabat kepada ku. Jadi aku tak perlu sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti! Iya kan?.”

Suamiku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum dan bertanya kenapa rambutku rontok, dia hanya mengatakan jangan salah memakai shampo.

Dalam hatiku bertanya, “mengapa ia sangat cuek?” dan ia sudah tak memanjakanku lagi. Lalu dia berkata, “sudah malam, kita istirahat yuk!“

“Aku sholat isya dulu baru aku tidur”, jawabku tenang.

Dalam sholat dan dalam tidur aku menangis. Ku hitung mundur waktu, kapan aku akan berbagi suami dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku.

Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Aku ingin suamiku kembali seperti dulu, yang sangat memanjakan aku atas rasa sayang dan cintanya itu.

***

Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan hatiku di laptopku.

Di laptop aku menulis saat-saat terakhirku melihat suamiku, aku marah pada suamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis melihat suamiku yang sedang tidur pulas, apa salahku? sampai ia berlaku sekejam itu kepadaku. Aku
save di mydocument yang bertitle “Aku Mencintaimu Suamiku.”

Hari pernikahan telah tiba, aku telah siap, tapi aku tak sanggup untuk keluar. Aku berdiri didekat jendela, aku melihat matahari, karena mungkin saja aku takkan bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri sangat lama.. lalu suamiku yang telah siap dengan pakaian pengantinnya masuk dan berbicara padaku.

“Apakah kamu sudah siap?”

Kuhapus airmata yang menetes diwajahku sambil berkata :

“Nanti jika ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia masuk kedalam rumah ini, cucilah kakinya sebagaimana kamu mencuci kakiku dulu, lalu ketika kalian masuk ke dalam kamar pengantin bacakan do’a di ubun-ubunnya sebagaimana yang kamu lakukan padaku dulu. Lalu setelah itu..”, perkataanku terhenti karena tak sanggup aku meneruskan pembicaraan itu, aku ingin menagis meledak.

Tiba-tiba suamiku menjawab “Lalu apa Bunda?”

Aku kaget mendengar kata itu, yang tadinya aku menunduk seketika aku langsung menatapnya dengan mata yang berbinar-binar…

“Bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan?”, pintaku tuk menyakini bahwa kuping ini tidak salah mendengar.

Dia mengangguk dan berkata, ”Baik bunda akan ayah ulangi, lalu apa bunda?”, sambil ia mengelus wajah dan menghapus airmataku, dia agak sedikit membungkuk karena dia sangat tinggi, aku hanya sedadanya saja.

Dia tersenyum sambil berkata, ”Kita liat saja nanti ya!”. Dia memelukku dan berkata, “bunda adalah wanita yang paling kuat yang ayah temui selain mama”.

Kemudian ia mencium keningku, aku langsung memeluknya erat dan berkata, “Ayah, apakah ini akan segera berakhir? Ayah kemana saja? Mengapa Ayah berubah? Aku kangen sama Ayah? Aku kangen belaian kasih sayang Ayah? Aku kangen dengan manjanya Ayah? Aku kesepian Ayah? Dan satu hal lagi yang harus Ayah tau, bahwa aku tidak pernah berzinah! Dulu.. waktu awal kita pacaran, aku memang belum bisa melupakannya, setelah 4 bulan bersama Ayah baru bisa aku terima, jika yang dihadapanku itu adalah lelaki yang aku cari. Bukan berarti aku pernah berzina Ayah.” Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku sambil berkata, ”Aku minta maaf Ayah, telah membuatmu susah”.

Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia hanya menangis.

Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku menanti dirinya kembali. Tiba-tiba perutku sakit, ia menyadari bahwa ada yang tidak beres denganku dan ia bertanya, ”bunda baik-baik saja kan?” tanyanya dengan penuh khawatir.

Aku pun menjawab, “bisa memeluk dan melihat kamu kembali seperti dulu itu sudah mebuatku baik, Yah. Aku hanya tak bisa bicara sekarang“. Karena dia akan menikah. Aku tak mau membuat dia khawatir. Dia harus khusyu menjalani acara prosesi akad nikah tersebut.

***

Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul pun dimulai. Aku duduk diseberang suamiku.

Aku melihat suamiku duduk berdampingan dengan perempuan itu, membuat hati ini cemburu, ingin berteriak mengatakan, “Ayah jangan!!”, tapi aku ingat akan kondisiku.

Jantung ini berdebar kencang saat mendengar ijab-qabul tersebut. Begitu ijab-qabul selesai, aku menarik napas panjang. Tante Lia, tante yang baik itu, memelukku. Dalam hati aku berusaha untuk menguatkan hati ini. Ya… aku kuat.

Tak sanggup aku melihat mereka duduk bersanding dipelaminan. Orang-orang yang hadir di acara resepsi itu iba melihatku, mereka melihatku dengan tatapan sangat aneh, mungkin melihat wajahku yang selalu tersenyum, tapi dibalik itu.. hatiku menangis.

Sampai dirumah, suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak mencuci kakinya. Aku sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak suka dengan pernikahan ini?

Sementara itu Desi disambut hangat di dalam keluarga suamiku, tak seperti aku dahulu, yang di musuhi.

Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana bisa? Suamiku akan tidur dengan perempuan yang sangat aku cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukan didalam sana.

Sepertiga malam pada saat aku ingin sholat lail aku keluar untuk berwudhu, lalu aku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur disofa ruang tengah. Kudekati lalu kulihat. Masya Allah.. suamiku tak tidur dengan wanita itu, ia ternyata tidur disofa, aku duduk disofa itu sambil menghelus wajahnya yang lelah, tiba-tiba ia memegang tangan kiriku, tentu saja aku kaget.

“Kamu datang ke sini, aku pun tahu”, ia berkata seperti itu. Aku tersenyum dan megajaknya sholat lail. Setelah sholat lail ia berkata, “maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu menderita karena ego nya aku. Besok kita pulang ke Jakarta, biar Desi pulang dengan mama, papa dan juga adik-adikku”

Aku menatapnya dengan penuh keheranan. Tapi ia langsung mengajakku untuk istirahat. Saat tidur ia memelukku sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah lama ini tidak terjadi. Ya Allah.. apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil nyawaku sekarang ini, karena aku telah merasakan kehadirannya saat ini. Tapi.. masih bisakah engkau ijinkan aku untuk merasakan kehangatan dari suamiku yang telah hilang selama 2 tahun ini..

Suamiku berbisik, “Bunda kok kurus?”

Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa aku rasakan.

Aku pun berkata, “Ayah kenapa tidak tidur dengan Desi?”

”Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi. Kamu sudah sering terluka oleh sikapku yang egois.” Dengan lembut suamiku menjawab seperti itu.

Lalu suamiku berkata, ”Bun, ayah minta maaf telah menelantarkan bunda.. Selama ayah di Sabang, ayah dengar kalau bunda tidak tulus mencintai ayah, bunda seperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta ayah dan satu lagi.. ayah pernah melihat sms bunda dengan mantan pacar bunda dimana isinya kalau bunda gak mau berbuat “seperti itu” dan tulisan seperti itu diberi tanda kutip (“seperti itu”). Ayah ingin ngomong tapi takut bunda tersinggung dan ayah berpikir kalau bunda pernah tidur dengannya sebelum bunda bertemu ayah, terus ayah dimarahi oleh keluarga ayah karena ayah terlalu memanjakan bunda”

Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan di dirinya, hanya karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat betapa tulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku ini.

Aku hanya menjawab, “Aku sudah ceritakan itu kan Yah. Aku tidak pernah berzinah dan aku mencintaimu setulus hatiku, jika aku hanya mengejar hartamu, mengapa aku memilih kamu? Padahal banyak lelaki yang lebih mapan darimu waktu itu Yah. Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak mungkin setiap hari menangis karena menderita mencintaimu.“

Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih karena sahabatku sendirian dikamar pengantin itu. Malam itu, aku menyelesaikan masalahku dengan suamiku dan berusaha memaafkannya beserta sikap keluarganya juga.

Karena aku tak mau mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.

***

Keesokan harinya…

Ketika aku ingin terbangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimku sakit sekali.. aku mengalami pendarahan dan suamiku kaget bukan main, ia langsung menggendongku.

Aku pun dilarikan ke rumah sakit..

Dari kejauhan aku mendengar suara zikir suamiku..

Aku merasakan tanganku basah..

Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran.

Ia menggenggam tanganku dengan erat.. Dan mengatakan, ”Bunda, Ayah minta maaf…”

Berkali-kali ia mengucapkan hal itu. Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang terjadi padaku?

Aku berkata dengan suara yang lirih, ”Yah, bunda ingin pulang.. bunda ingin bertemu kedua orang tua bunda, anterin bunda kesana ya, Yah..”

“Ayah jangan berubah lagi ya! Janji ya, Yah… !!! Bunda sayang banget sama Ayah.”

Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas, kakiku sudah tak bisa bergerak lagi.. aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku. Kulihat wajahnya yang tampan, berlinang air mata.

Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan kalimat syahadat dan ditutup dengan kalimat tahlil.

Aku bahagia melihat suamiku punya pengganti diriku..
Aku bahagia selalu melayaninya dalam suka dan duka..
Menemaninya dalam ketika ia mengalami kesulitan dari kami pacaran sampai kami menikah.

Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah nafasku.

Untuk Ibu mertuaku : “Maafkan aku telah hadir didalam kehidupan anakmu sampai aku hidup didalam hati anakmu, ketahuilah Ma.. dari dulu aku selalu berdo’a agar Mama merestui hubungan kami. Mengapa engkau fitnah diriku didepan suamiku, apa engkau punya buktinya Ma? Mengapa engkau sangat cemburu padaku Ma? Fikri tetap milikmu Ma, aku tak pernah menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari dulu aku selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau benci diriku. Dengan Desi kau sangat baik tetapi denganku menantumu kau bersikap sebaliknya.”

***
Setelah ku buka laptop, kubaca curhatan istriku.

=====================================================
Ayah, mengapa keluargamu sangat membenciku?
Aku dihina oleh mereka ayah.

Mengapa mereka bisa baik terhadapku pada saat ada dirimu?

Pernah suatu ketika aku bertemu Dian di jalan, aku menegurnya karena dia adik iparku tapi aku disambut dengan wajah ketidaksukaannya. Sangat terlihat Ayah..

Tapi ketika engkau bersamaku, Dian sangat baik, sangat manis dan ia memanggilku dengan panggilan yang sangat menghormatiku. Mengapa seperti itu ayah?

Aku tak bisa berbicara tentang ini padamu, karena aku tahu kamu pasti membela adikmu, tak ada gunanya Yah..

Aku diusir dari rumah sakit.
Aku tak boleh merawat suamiku.
Aku cemburu pada Desi yang sangat akrab dengan mertuaku.
Tiap hari ia datang ke rumah sakit bersama mertuaku.
Aku sangat marah..

Jika aku membicarakan hal ini pada suamiku, ia akan pasti membela Desi dan
ibunya..

Aku tak mau sakit hati lagi.
Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku..
Engkau Maha Adil..
Berilah keadilan ini padaku, Ya Allah..
Ayah sudah berubah, ayah sudah tak sayang lagi pada ku..
Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku tak akan bermanja-manja lagi padamu..
Aku kuat ayah dalam kesakitan ini..
Lihatlah ayah, aku kuat walaupun penyakit kanker ini terus menyerangku..
Aku bisa melakukan ini semua sendiri ayah..
Besok suamiku akan menikah dengan perempuan itu.
Perempuan yang aku benci, yang aku cemburui.
Tapi aku tak boleh egois, ini untuk kebahagian keluarga suamiku.
Aku harus sadar diri.
Ayah, sebenarnya aku tak mau diduakan olehmu.
Mengapa harus Desi yang menjadi sahabatku?
Ayah.. aku masih tak rela.
Tapi aku harus ikhlas menerimanya.
Pagi nanti suamiku melangsungkan pernikahan keduanya.
Semoga saja aku masih punya waktu untuk melihatnya tersenyum untukku.
Aku ingin sekali merasakan kasih sayangnya yang terakhir.
Sebelum ajal ini menjemputku.
Ayah.. aku kangen ayah..

=====================================================

Dan kini aku telah membawamu ke orang tuamu, Bunda..
Aku akan mengunjungimu sebulan sekali bersama Desi di Pulau Kayu ini.
Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar yang berwana pink yang mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri.
Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat tidur.
Bunda akan selalu hidup dihati ayah.
Bunda.. Desi tak sepertimu, yang tidak pernah marah..
Desi sangat berbeda denganmu, ia tak pernah membersihkan telingaku, rambutku tak pernah di creambathnya, kakiku pun tak pernah dicucinya.
Ayah menyesal telah menelantarkanmu selama 2 tahun, kamu sakit pun aku tak perduli, hidup dalam kesendirianmu..
Seandainya Ayah tak menelantarkan Bunda, mungkin ayah masih bisa tidur dengan belaian tangan Bunda yang halus.
Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah sangat membutuhkan bunda..
Bunda, kamu wanita yang paling tegar yang pernah kutemui.
Aku menyesal telah asik dalam ke-egoanku..
Bunda.. maafkan aku.. Bunda tidur tetap manis. Senyum manjamu terlihat di tidurmu yang panjang.

Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan membahagiakanmu, aku selalu meng-iyakan apa kata ibuku, karena aku takut menjadi anak durhaka. Maafkan aku ketika kau di fitnah oleh keluargaku, aku percaya begitu saja.

Apakah Bunda akan mendapat pengganti ayah di surga sana?
Apakah Bunda tetap menanti ayah disana? Tetap setia dialam sana?
Tunggulah Ayah disana Bunda..
Bisakan? Seperti Bunda menunggu ayah di sini.. Aku mohon..

Ayah Sayang Bunda..
About Me Myspace Comments

...(¯`* • .¸,¤°''`°¤,¸. • *'¯)....
...¸,¤°''`° •. ¸ o °. • °''`°¤,¸....
|¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯ •. • ¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯|
| WELCOME TO MY BLOG |
|__________. • .___________|
O ..*''`°¤¸¸. •''`'• .¸¸¤°''`*..
☜ ♡ ☞ (. ◕ ‿ ‿ ◕.) ☜ ♡ ☞

哈》》H(•̮̮̃•̃)Làá (•̮̮̃•̃)mpà L(•̮̮̃•̃)mpA《《咯

“This Is all aboüt me” ...

�Suka sekali warna merah..entah knp dr SD Smpe skrg gak pernah berubah..hohoo
� pecinta hewan..salah satu harapan bisa menciptakan rumah hewan2 yg terlantar..jadi mereka bisa hidup dgn baik dan merasakan kasih syg dr manusia..
》termsuk org yg Romantis � ahay
《 Cemburuan ƪ(‾.‾“)┐Lol
》Sayang semua kawan" terutama sahabat2 terdekatku (ʃƪ˘˘ﻬ)
《 Senang bisa belajar hal baru
》Terkadang egois
《tapii jujur.. gak suka bnget d bohongin
》Setia (∩̮∩ʃƪ)
《Aku bukan orang yg cerdas.. juga tidak cantik tapi aku penyayang dgn tulus ( ◦˘ з(◦'ںˉ◦)~♡
》Berusaha menjadi orang yg sabar �
《 Senang Berkawan kalo dah ngumpul sma tmen yg bsa d ajak gila breng bisa kyak pasar umum negara ramenya��
》Selalu ingin di sayangi, dicintai & di perhatikan, jg di pertahankan dan sedikit manja dgn org2 terdekat � contohnya sma hunny bunny sweety ku yg blaem blaemm �lol
《 Ingin punya kisah cinta yang setia dan berakhir dengan Happy Ending
》Berusaha untuk menjadi lebih baik
《 Orang2 bilang Q selalu ceria � mungkin bawaan dari orok uda nyengir aja..
》Gak suka ikut campur urusan org lain � jd tlong jgn suka ikut campur urusan Q jg..lol
� biasanya q bawel..tp bisa jd pendiam jga kalo breng org2 tertentu..ahahak *ex : diem saat males..saat bru kenal..saat sm gebetan..lol
� sedikit saran kcil.. aku jarang marah ..kalau marah biasany diam seribu bahasa..krna malas ngmong..atau kalo uda gak tahan bsa ngomel ngalahin kecepatan rossi yg gak pakek titik koma ..habis itu kembali diem dan manyun smpek mood kembali cntik lg lol..jd lakukan hal yg manis agar moodku kembali baik..��
� yang terakhir maaf entah knpa gak suka banget ketemu orang yg diem aja melempem kayak krupuk gak d tutup.. dianya mau ketemu.. giliran ketemu kayak patung.. mati gaya krik krikkk kayak jangkring keselek..maaf yaa emosii saya...lol
stidaknya sedikit bersuara lah..jd ada cuap2ny..biar gak sunyi bagaikan tak berpenghuni.. kalo gk tau mw ngmong apa laen kali buat catatan kecil aja biar tau nnti mau bahas apa..atau saran yg paling baik gak usah ktmu �biar gak ada kekhilapan yg terjadi misalny kyak garpu melayang �
� suka seseorang yg bersikap manis..ramah..setia ..pekerja cerdas.. bsa d ajak seru2an bareng..bisa d ajak cerita banyak hal..dan tentuny bkn pria cabe2an yg pecinta wanita..lol

yaaak itu barisan tentang saya msh bnyak lg..jd Lets come to know me!! \(^0^*v
agar tau Hasemeleh hasemeeleh hasemeleh lainya����
CU pai pai..cupzz cupzz mwahh
thank u uda sempetin baca tentang sya yg gk jelas ini..apalah daya aku hanya wanita cantik lemah lembut biasa yg bisa berbuat salah dan khilap �..walaupun hampir tidak pernah salah krna kesalahan hanya tempatnya pria..seperti pepatah kuno yg mengatakan wanita selalu benar...memang sprti itulah kenyataanya��lool

pasal 1 : Wanita selalu benar
pasal 2 : jika wanita salah,kembali lagi kepasal 1 ��kamshiaaa..wo ai ni ...I lopek u..sarang haeyo..sarang burung ..sarang semut dan sarang sarang lainnya�lol


ƪ(•˘⌣˘)┐�┌(˘⌣˘•)ʃ
Salam sesayangsayangnya Aieny AlHaddad @aieny_haddad
�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀
•••••••••Ty all lope u pull lah•••••••••
�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀�♂♀